Pengikut

0 komentar
oh ibu & bapak engkaulah yang telah memberiku semangat,doa,serta apapun yang ku inginku maka dengan rindhomulah harapanku,ketika q belajar,sholat,bermain q selalu mengingatmu karena engkaulah pendobrak hatiku...........................................................................

Lirik lagu Sulis Ibu

Ibu..ibu..ibu..ibu
ibu..ibu..ibu..ibu
Ibu senandung laguku
kunyanyikan slalu untukmu
engkau penyejuk hatiku
tanpamu tiadalah aku
Ku selalu kumohon doamu
bahagia hidup matiku
ibu kaulah harapanku
                                                                tanpamu tiadalah aku
                                                                Sorga ditelapak kakimu
                                                                ridho Allah dengan ridhomu
                                                                begitulah sabda nabiku
                                                                tanpamu tiadalah aku
                                                                Ibu perisai hidupku
                                                                pertaruhkan nyawa bagiku
                                                                cintamu terangi jalanku
                                                                tanpamu tiadalah aku
                                                                 ibu…ibu…ibu…ibu…
                                                                 ibu…ibu…ibu…ibu
                                                                 Sorga ditelapak kakimu
                                                                 ridho Allah dengan ridhomu
                                                                 begitulah sabda nabiku
                                                                 tanpamu tiadalah aku
                                                                 Ibu perisai hidupku
                                                                 pertaruhkan nyawa bagiku
                                                                 cintamu terangi jalanku
                                                                 tanpamu tiadalah aku
                                                                 ibu…ibu…ibu…ibu…
                                                                 ibu…ibu…ibu…ibu
0 komentar

SYARAT-SYARAT PEMBIMBING DI SEKOLAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Bimbingan dan Penyuluhan
Dosen Pengampu:
Ila Ifawati M.Pd


 





Disusun Oleh :
Amalia Ilmiati                        09330087
Genduk Nawang Wulan        09330098
Tatik Utami                            09330038
Siti Romadhona                     09330103
Eka Nurjannah                       09330027
Eko Arin                                09330058
Siti Muhafidhoh                    09330030
Nur Fitria                              09330037
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIMMALANG
Maret, 2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1960-an, bimbingan dan konseling sudah mulai dirasakankeberadaanya dalam pendidikan di Indonesia, walaupun terminologi yang dipakai masih berbeda pada saat itu. Hal itu terbukti dengan dimulainya ujicobapelaksanaan bimbingan dan konseling di berbagai tempat (sekolah) Indonesia, dan dibukanya program studi bimbingan dan konseling pada beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Dirasakan semakin pentingnya bimbingan dan konseling di sekolah di tanah air maka pada tahun 1975, pemerintah telah menetapkanbimbingan konseling masuk dalam pedoman kurikulum 1975. Oleh karena itu, secara formal bimbingan dan konseling masuk dalam dunia pendidikan nasional mulai pada tahun 1975. Oleh karena itu secara historis profesi bimbingan dan konseling di sekolah tergolong relatif masih muda.
Namun demikian, dasar kekuatan secara yuridis semakin kuat dengandikeluarkannya Undang – undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 6, mengukuhkan serta menegaskan bahwa konselor adalah pendidik, artinya bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam pendidikan. Sebagai salah satu unsur sistem pendidikan, layanan bimbingan dan konseling mempunyai peran besar dalam membantu peserta didik pada umumnya, dan pada khususnya dalam rangka mengembangkankepribadian yang mandiri bagi peranannya dimasa yang akan datang. Dalam hal ini guru pembimbing menjadi ujung tombak pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, atau dengan kata lain guru pembimbing merupakan agen utama bagi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan.
Guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah. Oleh karena itu, pembimbing seharusnya memenuhi beberapa karakteristik  salah satunya Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun segi praktek. Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya.
1.2  Rumusan Masalah
1.      apa syarat-syarat bagi pembimbing?
2.      Apa cirri-ciri kepribadian konselor?
3.      Bagaimana respon konselor?
1.3  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui syarat-syarat bagi pembimbing
2.      Untuk mengetahui cirri-ciri kepribadian konselor
3.      Untuk mengetahui respon konselor

































BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Syarat-syarat bagi pembimbing  di Sekolah
1.      Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun segi praktek. Segi teori merupakan hal yang penting karena segi inilah merupakan landasan di dalam praktik.praktik tanpa teori merupakan praktek yang ngawur-ngawuran.bimbingan dan penyuluhan merupakan” applied science” ilmu yang harus di terapkan dalam praktik sehari-hari;
2.      Di dalam segi psikologi, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana, jika pembibing sudah cukup dewasa dalam segi psikologiknya.
3.      Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya. Bila tidak sehat maka ini akan mengganggu tugassnya.
4.      Seorang pembimbing harus mempunyai sifat kecintaaan terhadap pekerjaaanya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya,.sikap ini akan membawa kepercayaan dari anak. Sebab tanpa adanya kepercayaan dari kliean tidaklah mungkin pembimbing akan dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
5.      Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik, sehingga dengan demikian dapat diharapkan adanya kemajuan di dalam usaha bimbingan dan penyuluhan kearah keadaan yang sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
6.      Karena pembimbing tidak hanya terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya, sehingga pembimbing akan mendapat kawan yang sanggup bekerja sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak-anak.
7.      Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya.[1]
Syarat-syarat pembimbing sekolah atau madrasah menurut Eti Kartikawati (1994-1995)di pilih atas dasar
1.      Kepribadian
Seorang guru pembimbing atau konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Pelayanan bimbingan dan konseling berkaitan dengan pembentukan prilaku dan kepribadian klien.dalam keadaan tertentu seorang seorang guru pembimbing (konselor) bisa menjadi model atau contoh yang baik bagi penyelesaian masalah siswa (klien). Kepribadian yang baik dalam konteks islam di tandai dengan kepemilikan iman, makrifah, dan tauhid.
2.      Pendidikan
Bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan professional. Setiap pekerjaan professional menunntut persyaratan-persyaratan tertentu antara lain pendidikan.seorang guru pembimbing atau konselor selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan dan konseling strata satu (s1),s2 maupun s3.atau sekurang-kurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling. Pemilihan dan pengangkatan guru pembimbing atau konselor di sekolah atau madrasah hendaknya mengedepankan profesionalitas.
3.      Pengalaman
Pengalaman memberikan layanan bimbingan dan konseling berkontribusi terhadap keluasan wawasan pembimbing atau konselor yang bersangkutan. Sarjana BK strata satu (s1) yang belum memiliki pengalaman luas dalam bidang bimbingan , mungkin tidak akan lebih baikdalam menjalankan tugasnya sebagai pembimbing apabila dibandingkan dengan alumni diploma III tetapi telah berpengalaman 10 atau 15 tahun menjadi guru BK.syarat pengalaman bagi calon guru BK setidaknya pernah diperoleh malalui praktik mikro konseling
4.      Kemampuan
Kepemilikan kemampuan atau kompetensi dan ketrampilan oleh guru pembimbing atau konselor merupakan suatu keniscayaan. Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi) dan ketrampilan, tidak mungkin guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan tugas secara baik. M.D.Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif[2]
Menurut (justika,1980) ada tiga macam pnadangan mengenai siapa yang dapat membimbing dan kualifikasi pembimbing yaitu pandangan generalis, kurikuler, dan spesialis
a.       Pandangan generalis
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat diberikan oleh seorang pendidik,oleh seorang guru.
b.      Pandangan kurikuler
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat langsung dimasukkan dalam kurikulum pendidikan seperti pengetahuan-pengetahuan lain.
c.       Pandangan spesialis
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa untuk melaksanakan bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakanoleh orang yang khusus didik untuk itu.[3]

Teori Carl Rogers
Rogers adalah seorang psikoterapist yang melibatkan peneliti kedalam sesi terapi (memakai tape recorder) yang pada tahun 1940an membuka sesi klien yang masih tabu dicermati oleh orang lain. Dengan cara itu orang mulai belajar tentang hakekat psikoterapi dan proses beroperasinya. Model terapi yang dikembangkan oleh Rogers lebih dikenal dengan sebutan client centered.
Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik ini adalah pembaharuan karena mengasumsikan posisi yang sejajar antara terapis dan pasien (dalam konteks ini pasien disebut klien). Hubungan terapis-klien diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien diberikan diperlakukan sebagai orang dewasa yang dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas keputusannya. Tugas terapis adalah membantu klien mengenali masalahnya, dirisnya sendiri sehingga akhrinya dapat menemukan solusi bagi dirinya sendiri.
Menurut rogers seorang terapis harus genuine dan tidak bersembunyi dibalik perilaku defensif. Mereka harus membiarkan klien memahami perasaannya sendiri. Terapis juga harus berusaha memahami dunia klien. Terapis juga harus bisa membuat klien merasa nyaman dalam proses terapi. Rogers memandang proses terapeutik sebagai model dari hubungan interpersonal, hal inilah yang mendasari ia memformulasikan teori tentang hubungan interpersonal yang diringkas sebagai berikut:
a.Minimal ada orang yang bersedia terjadinya kontak
b. Masing-masing mampu dan bersedia untuk menerima komunikasi dari yang lainnya.
c. Berhubungan terus menerus dalam beberapa jangka waktu.
Menurut Rogers, klien datang kepada konselor dalam keadaan tidak selaras, yakni terdapat ketidakcocokan antara persepsi diri dan pengalaman dalam kenyataan. Pada mulanya, klien boleh jadi mengharapkan terapis akan menyediakan jawaban-jawaban dan pengarahan atau memandang terapis sebagai seorang ahli yang bisa menyediakan pemecahan-pemecahan ajaib. Hal-hal yang mendorong klien untuk menjalani terapi mungkin adalah perasaan tidak berdaya, tidak kuasa dan tidak berkemampuan untuk membuat keputusan-keputusan untuk mengarahkan hidupnya sendiri secara efektif. Klien mungkin berharap menemukan jalan melalui pengajaran dari terapis . bagaimanapun, dalam kerangka client centered klien dengan segera belajar bahwa ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan bahwa dia bisa belajar lebih bebas untuk memperoleh pemahaman diri yang lebih besar melalui hubungan dengan terapis
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Sebagaimana ahli humanistik umumnya, Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.
1. Penerimaan Positif (Positive Regard). Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif kepada orang lain.                                              
2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence). Organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
3. Aktualisasi Diri (Self Actualization). Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Rogers tidak membahas teori pertumbuhan dan perkembangan dan tidak melakukan riset jangka panjang yang mempelajari hubungan anak dengan orangtuanya. Namun ia yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua orang yang secara alami mendorong proses organism menjadi semakin kompleks, ekspansi, otonom, sosial dan secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Struktur self menjadi bagian terpisah dari medan fenomena dan semakin kompleks. Self berkembang secara utuh keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagiannya. Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif dan penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap konruen dengan struktur self. Contoh sederhana dapat dilihat sebagai berikut: seorang gadis kecil yang memiliki konsep diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh orangtuanya, dan yang terpesona dengan kereta api kemudian menungkapkan pada orang tuanya bahwa ia ingin menjadi insinyur mesin dan akhirnya menjadi kepala stasiun kereta api. Orang tua gadis tersebut sangat tradisional, bahkan tidak mengijikan ia untuk memilih pekerjaan yang diperutukan laki-laki. Hasilnya gadis kecil itu mengubah konsep dirinya. Dia memutuskan bahwa dia adalah gadis yang “tidak baik” karena tidak mau menuruti keinginan orang tuanya. Dia berfikir bahwa orang tuanya tidak menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa dia tidak tertarik pada pekerjaan itu selamanya. Beberapa pilihan sebelumnya akan mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari tahapan pengalaman aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga – menyerah dari ketertarikannya – dan jika ia meneruskan sesuatu sebagai niali yang di tolak oleh orang lain, dirinya akan berakhir dengan melawan dirinya sendiri. Dia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan berkepribadian keras, tidak nyaman, Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat. adalah:
a. Terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu.
b. Bersifat integral dan konsisten.
c. Menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai ancaman.
d. Dapat berubah karena kematangan dan belajar.
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata – mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya. Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.[4]

2.2  Ciri-ciri kpribadian konselor
   Menurut jones, ada tujuh sifat yang harus dimiliki oleh soerang konselor. Berikut penjelasannya:
Ø  Tingkah laku yang etis. Karena konselor harus membantu manusia sebagai pribadi dan memberikan informasi pribadi yang bersifat rahasia. Konselor harus dapat merahasiakan kehidupan pribadi konseli dan memiliki tanggung jawab moral untuk membantu memecahkan kesukaran konseli.
Ø  Kemampuan intelektual. Konselor yang baik harus memiliki kemampuan intelektual untuk memahami seluruh tingkah laku manusia dan masalah-masalahnya, serta dapat memadukan kejadian-kejadian sekarang dengan pengalaman-pengalamannya dan latihan-latihannya sebagai konselor pada masa lampau.
Ø  Keluwesan (flexibility). Hubungan dalam konseling yang bersifat pribadi mempunyai ciri yang supel dan terbuka. Konselor yang baik dapat dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi konseling dan perubahan tingkah laku konseli. Konselor pada saat-saat tertentu dapat berubah menjadi teman, dan pada saat lain dapat berubah menjadi pemimpin.
Ø  Sikap penerimaan (acceptance). Konseli datang pada konselor untuk meminta pertolongan dan minta agar masalah serta kesukaran pribadinya dimengerti. Konselor harus dapat menerima dan melihat kepribadian konseli secara keseluruhan dan dapat menerimanya menurut apa adanya.
Ø  Pemahaman (understanding). Pemahaman adalah menangkap dengan jelas dan lengakap maksud yang sebenarnya, yang dinyatakan oleh konseli. Konselor harus dapat menyatukan dirinya dengan dunia konseli dan dapat menyatukan kembali dengan cara yang wajar dan dengan penuh perasaan agar konseli mudah menangkap dan mengertinya. Akhirnya, konseli dapat melihat alternatif-alternatif yang realistis dengan diri sendiri dan berani merumuskan suatu keputusan yang bijaksana.
Ø  Peka terhadap rahasia pribadi. Dalam segala hal, konselor harus dapat menunjukkan sikap jujur dan wajar, sehingga ia dapat dipercaya oleh seorang konseli dan konseli berani membuka diri terhadap konselor. Konseli sangat peka terhadap kejujuran konselor. Sebab, konseli telah berani mengambil resiko dengan membuka diri dan khususnya rahasia hidup pribadinya.
Ø  Komunikasi. Komunikasi merupakan kecakapan dasar yang harus dimiliki oleh setiap konselor. Dalam komunikasi, konselor dapat mengekpresikan kembali pernyataan-pernyataan konseli secara tepat, menjawab atau memantulkan kembali pernyataan konseli dalam bentuk perasaan dan kata-kata serta tingkah laku konselor.[5]

Ada beberapa latihan khusus untuk membentuk kepribadian konselor. Yaitu melatihkan sifat-sifat konselor yang dibutuhkan klien agar dalam hubungan konseling konselor menjadi efektif untuk mencapai tujuan konseling antara lain:
1)      Latihan Empati
Didalam empati, seorang konselor harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh klien. Untuk itu seorang konselor haruslah berusaha:
ü  Melihat kerangka rujukan dunia dalam klien
ü  Menempatkan diri kedalam kerangka persepsi internal klien
ü  Berpikir bersama klien, bukan berpikir tentang atau untuk klien
2)      Kehangatan
Kehangatan adalah suetu kedekatan psikologis antar pribadi yang yang ditandai oleh perilaku:
ü  Perasaan bersahabat penuh perhatian
ü  Baik budi, ramah, mudah senyum
ü  Menerima tanpa syarat
3)      Penghargaan Positif dan Respek (menghormati)
Adalah bahwa konselor menghargai apa saja yang bernilai pada diri klien. Konselor menghargai kebebasan klien untuk menjadi dirinya sendiri. Contoh penghargaan positif “Hebat, saya salut dengan keputusan yang anda ambil dengan cara yang bijaksana.”
4)      Keterbukaan Diri
Pada awal konseling tujuan utama konselor adalah agar klien terbuka dalam arti perasaan dan pikiran-pikirannya. Untuk mencapai hal ini ditentukan oleh keterbukaan konselor. Konselor yang efektif adalah yang terbuka, jujur dan otentik.[6]
5)      Pengetahuan Mengenai Psikologi Perkembangan Manusia
Konselor perlu mengetahui perkembangan manusia, khususnya perkembangan siswa SMP yang berusia 11-15 tahun. Pada masa tersebut siswa beranjak dari masa anak ke masa remaja, terjadi perubahan fisik, baik pada siwa laki-laki maupun perempuan, akibatnya terjadi pula perubahan perilaku mereka pada masa ini dan perilaku masa sebelumnya. Untuk itu, konselor harus faham betul fenomena yang terjadi pada siswa yang sedang puber dan kaitannya dengan konsep kepemimpinan.
6)      Pengetahuan dan keterampilan Konseling
Konselor perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam proses pemberian bantuan kepada siswa. Untuk itu, ia harus faham mengenai fungsi, prinsip, asas, pendekatan bimbingan dan konseling, dan terampil dalam melaksanakan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling serta dapat melihat celah-celah berbagai kegiatan yang perlu dilakukan dalam kaitannya dengan konsep kepemimpinan.[7]
7)      Punya Rasa Keingin Tahuan dan Kepedulian
8)      Kemampuan Mendengarkan
9)      Suka Berbincang
10)  Empati dan Pengertian, empati ada dua bentuk yakni verbal yang berupa kata-kata dan non verbal yang berupa langsung dengan sikap dan tindakan.
11)  Menahan Emosi
12)  Introspeksi diri
13)  Kapasitas Menyangkal Diri yakni melebihkan atau mendahulukan kepentingan orang lain.
14)  Korelasi Keakraban yaitu memiliki emosional keakraban.
15)  Mampu Berkuasa yakni mampu mengendalikan suasana.

2.3  Respon  Konselor  Berdasarkan Temperamen (sifat seseorang)
Untuk lebih memahami kekhasan dari masing-masing temperamen, berikut ini disampaikan sebuah contoh bagaimana seorang konselor dengan temperamennya masing-masing memberikan respon atas persoalan siswa/konseli yang tengah dihadapinya.
Persoalan Konseli: “Ketika sedang istirahat, nampak seorang siswa duduk menyendiri di sudut serambi kelas. Wajahnya menunjukkan seolah sedang menghadapi suatu pesoalan. Tak seorang teman pun mendekat dan menyapanya. Dalam waktu yang bersamaan seorang Konselor berjalan dan persis melintas didepannya”.
Respon konselor: a). Tipe Sanguin: (secara naluri atau refleks) “Eh, kamu istirahat  kok malah menyendiri.!”, b) Tipe Kolerik: (secara jiwa pemimpin) “Kamu itu bagaimana sih, ini kan jam istirahat  ngapain mesti sendirian begitu!”, c) Tipe Melankoli: (secara perfeksionis)Kamu kok menyendiri, ada apa sih?”, dan d) Tipe Flegmatik: (secara penurut,pencair suasana).
Dari contoh  persoalan diatas,  memperlihatkan dengan jelas bagaimana seseorang /pribadi dengan temperamen tertentu memberikan respon atas persoalan yang tengah dihadapi. Ada perbedaan tanggapan, dan ini jelas dipengaruhi oleh tempermen dari masing-masing pribadi. Tanggapan yang berbeda tentu akan berdampak pada terbentuknya sebuah perilaku baru yang berbeda-beda pula. Demikian dalam proses konseling, respon konselor terhadap konseli sangat memberikan andil bagi keberhasilan dari proses itu sendiri, yaitu terbentuknya kepribadian yang menyatu (terintegritas). Untuk ini pemahaman terhadap temperamen diri adalah sebuah pra kondisi dari seorang konselor guna menunjang  suksesnya sebuah proses konseling.
Adanya kecenderungan-kecenderungan tertentu mengapa seseorang melakukan sesuatu tindakan tidak terlepas dari tipe temperamen dari setiap pribadi/individu. Untuk ini dengan memahami kekhasan dari setiap tipe  temperamen, akan memudahkan seseorang/konselor  mengetahui, “apa yang seharusnya saya lakukan dan apa yang seharusnya saya hindari atau tidak boleh saya lakukan”. Hal ini penting dalam sebuah interaksi konseling. Jangan sampai bahwa proses konseling menjadi gagal hanya karena munculnya sikap dan perilaku seorang konselor yang kurang pas, bahkan membuat konseli menjadi tidak nyaman..
Dengan kata lain bahwa temperamen sangat memberikan warna yang berbeda ketika interaksi dalam proses konseling terjadi. Kita dapat melihat contoh diatas, bagaimana respon konselor ketika dihadapkan sebuah masalah yang satu dan sama. Masing-masing  memberikan respon yang berbeda sesuai dengan tipe temperamennya.
Konseling yang didalamnya ada proses komunikasi atau proses interaksi antara seorang konselor dengan seorang konselee, membutuhkan  corak interaksi yang bersifat terapitis, yaitu interaksi yang mampu membangun keterbukaan pada diri konseli, sebab melalui dan didalam interaksi inilah proses konseling akan sampai pada tujuan yang diharapkan. Dalam hal ini, temperamen memberikan warna dari setiap proses interaksi konseling yang berdaya dan berhasil guna.
Dari penjelasan yang ada diatas tadi bisa dikaitkan dengan salah satu teori Carl R.Rogert yang mengembangkan terapi client-centeret (salah satu cabang khusus dari terapi humanistik)/ (konseling berpusat pada klien).terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-ketrbatasan, berfungsi  mendasar dari psokonalisis terapis terutama sebagai penunjang pertambahan pribadi  seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan  untuk memecahkan masalah, pendekatan ini menaruh keperycayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.[8]

















BAB III
 PENUTUP
Syarat-syarat bagi pembimbing 
1.      Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun segi praktek.
2.      Di dalam segi psikologi, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana,
3.      Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya
4.      Seorang pembimbing harus mempunyai sifat kecintaaan terhadap pekerjaaanya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya,.
5.      Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik,
6.      Karena pembimbing tidak hanya terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah tamah, sopan santun
7.      Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya.
Ciri-ciri kpribadian konselor
1.      Tingkah laku yang etis.
2.      Kemampuan intelektual.
3.      Keluwesan (flexibility).
4.      Sikap penerimaan (acceptance).
5.      Pemahaman (understanding).
6.      Peka terhadap rahasia pribadi.
7.      Komunikasi.
ü  Rogers adalah seorang psikoterapist yang melibatkan peneliti kedalam sesi terapi (memakai tape recorder) yang pada tahun 1940an membuka sesi klien yang masih tabu dicermati oleh orang lain. Dengan cara itu orang mulai belajar tentang hakekat psikoterapi dan proses beroperasinya. Model terapi yang dikembangkan oleh Rogers lebih dikenal dengan sebutan client centered.
Adanya kecenderungan-kecenderungan tertentu mengapa seseorang melakukan sesuatu tindakan tidak terlepas dari tipe temperamen dari setiap pribadi/individu. Untuk ini dengan memahami kekhasan dari setiap tipe  temperamen, akan memudahkan seseorang/konselor  mengetahui, “apa yang seharusnya saya lakukan dan apa yang seharusnya saya hindari atau tidak boleh saya lakukan”. Hal ini penting dalam sebuah interaksi konseling. Jangan sampai bahwa proses konseling menjadi gagal hanya karena munculnya sikap dan perilaku seorang konselor yang kurang pas, bahkan membuat konseli menjadi tidak nyaman























DAFTAR RUJUKAN

·         Walgito bimo,1993,bimbingan dan penyuluhan di sekolah, yogyakarta.ANDI OFFSET
·         Tohiri,2007, bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah(berbasis integrasi),Jakarta, RAJAWALI PRES
·         http/ /liberti – aries. Blog spot.com/2012/02/teori/carl/roger-tokoh-psikolog.html
·         Ma’mur Jamal Asmani. Panduan Efektif Bimbingan Dan Konseling zdi Sekolah. Jogjakarta. Diva pres. 2010. Hal: 191-196
·         S.Wilis Sofyan. Konseling Individual Teori dan Praktek. Alfabeta. 2007. Hal:87-94
·         Neviyarni. Pelayanan bimbingan dan Konselingberorientasi Khalifah Fil ardh. Bandung. Alfabeta. 2009. Hal:171-172
·         http: //fkip. Widya mandala.ac.id/ artikel tipe temperaman
·         Walgito bimo,1982,bimbingan dan konseling di perguruan tinggi ,Yogyakarta,yayasan penerbitan fakultas psikologi UGM.






                                                                                                    


[1] Walgito bimo,1993,bimbingan dan penyuluhan di sekolah, yogyakarta.ANDI OFFSET
[2] Tohiri,2007, bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah(berbasis integrasi),Jakarta, RAJAWALI PRES
[3] Walgito bimo,1982,bimbingan dan konseling di perguruan tinggi ,Yogyakarta,yayasan penerbitan fakultas psikologi UGM.
[4] http//liberti – aries. Blog spot.com/2012/02/teori/carl/roger-tokoh-psikolog.html
[5][5] Ma’mur Jamal Asmani. Panduan Efektif Bimbingan Dan Konseling zdi Sekolah. Jogjakarta. Diva pres. 2010. Hal: 191-196
[6] S.Wilis Sofyan. Konseling Individual Teori dan Praktek. Alfabeta. 2007. Hal:87-94
[7] Neviyarni. Pelayanan bimbingan dan Konselingberorientasi Khalifah Fil ardh. Bandung. Alfabeta. 2009. Hal:171-172
[8] http: //fkip. Widya mandala.ac.id/ artikel tipe temperaman
SYARAT-SYARAT PEMBIMBING DI SEKOLAH
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah
Bimbingan dan Penyuluhan
Dosen Pengampu:
Ila Ifawati M.Pd


 





Disusun Oleh :
Amalia Ilmiati                        09330087
Genduk Nawang Wulan        09330098
Tatik Utami                            09330038
Siti Romadhona                     09330103
Eka Nurjannah                       09330027
Eko Arin                                09330058
Siti Muhafidhoh                    09330030
Nur Fitria                              09330037
JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIMMALANG
Maret, 2012

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sejak tahun 1960-an, bimbingan dan konseling sudah mulai dirasakankeberadaanya dalam pendidikan di Indonesia, walaupun terminologi yang dipakai masih berbeda pada saat itu. Hal itu terbukti dengan dimulainya ujicobapelaksanaan bimbingan dan konseling di berbagai tempat (sekolah) Indonesia, dan dibukanya program studi bimbingan dan konseling pada beberapa perguruan tinggi di Indonesia. Dirasakan semakin pentingnya bimbingan dan konseling di sekolah di tanah air maka pada tahun 1975, pemerintah telah menetapkanbimbingan konseling masuk dalam pedoman kurikulum 1975. Oleh karena itu, secara formal bimbingan dan konseling masuk dalam dunia pendidikan nasional mulai pada tahun 1975. Oleh karena itu secara historis profesi bimbingan dan konseling di sekolah tergolong relatif masih muda.
Namun demikian, dasar kekuatan secara yuridis semakin kuat dengandikeluarkannya Undang – undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 6, mengukuhkan serta menegaskan bahwa konselor adalah pendidik, artinya bimbingan dan konseling merupakan salah satu bagian yang tidak terpisahkan dalam pendidikan. Sebagai salah satu unsur sistem pendidikan, layanan bimbingan dan konseling mempunyai peran besar dalam membantu peserta didik pada umumnya, dan pada khususnya dalam rangka mengembangkankepribadian yang mandiri bagi peranannya dimasa yang akan datang. Dalam hal ini guru pembimbing menjadi ujung tombak pelaksanaan bimbingan dan konseling di sekolah, atau dengan kata lain guru pembimbing merupakan agen utama bagi pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling dalam proses pendidikan.
Guru bimbingan dan konseling/konselor memiliki tugas, tanggungjawab, wewenang dalam pelaksanaan pelayanan bimbingan dan konseling terhadap peserta didik. Tugas guru bimbingan dan konseling/konselor terkait dengan pengembangan diri peserta didik yang sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, minat, dan kepribadian peserta didik di sekolah/madrasah. Oleh karena itu, pembimbing seharusnya memenuhi beberapa karakteristik  salah satunya Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun segi praktek. Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya.
1.2  Rumusan Masalah
1.      apa syarat-syarat bagi pembimbing?
2.      Apa cirri-ciri kepribadian konselor?
3.      Bagaimana respon konselor?
1.3  Tujuan Masalah
1.      Untuk mengetahui syarat-syarat bagi pembimbing
2.      Untuk mengetahui cirri-ciri kepribadian konselor
3.      Untuk mengetahui respon konselor

































BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Syarat-syarat bagi pembimbing  di Sekolah
1.      Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun segi praktek. Segi teori merupakan hal yang penting karena segi inilah merupakan landasan di dalam praktik.praktik tanpa teori merupakan praktek yang ngawur-ngawuran.bimbingan dan penyuluhan merupakan” applied science” ilmu yang harus di terapkan dalam praktik sehari-hari;
2.      Di dalam segi psikologi, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana, jika pembibing sudah cukup dewasa dalam segi psikologiknya.
3.      Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya. Bila tidak sehat maka ini akan mengganggu tugassnya.
4.      Seorang pembimbing harus mempunyai sifat kecintaaan terhadap pekerjaaanya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya,.sikap ini akan membawa kepercayaan dari anak. Sebab tanpa adanya kepercayaan dari kliean tidaklah mungkin pembimbing akan dapat menjalankan tugasnya dengan sebaik-baiknya.
5.      Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik, sehingga dengan demikian dapat diharapkan adanya kemajuan di dalam usaha bimbingan dan penyuluhan kearah keadaan yang sempurna demi untuk kemajuan sekolah.
6.      Karena pembimbing tidak hanya terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah tamah, sopan santun di dalam segala perbuatannya, sehingga pembimbing akan mendapat kawan yang sanggup bekerja sama dan memberikan bantuan secukupnya untuk kepentingan anak-anak.
7.      Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya.[1]
Syarat-syarat pembimbing sekolah atau madrasah menurut Eti Kartikawati (1994-1995)di pilih atas dasar
1.      Kepribadian
Seorang guru pembimbing atau konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Pelayanan bimbingan dan konseling berkaitan dengan pembentukan prilaku dan kepribadian klien.dalam keadaan tertentu seorang seorang guru pembimbing (konselor) bisa menjadi model atau contoh yang baik bagi penyelesaian masalah siswa (klien). Kepribadian yang baik dalam konteks islam di tandai dengan kepemilikan iman, makrifah, dan tauhid.
2.      Pendidikan
Bahwa pelayanan bimbingan dan konseling merupakan pekerjaan professional. Setiap pekerjaan professional menunntut persyaratan-persyaratan tertentu antara lain pendidikan.seorang guru pembimbing atau konselor selayaknya memiliki pendidikan profesi, yaitu jurusan bimbingan dan konseling strata satu (s1),s2 maupun s3.atau sekurang-kurangnya pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang bimbingan dan konseling. Pemilihan dan pengangkatan guru pembimbing atau konselor di sekolah atau madrasah hendaknya mengedepankan profesionalitas.
3.      Pengalaman
Pengalaman memberikan layanan bimbingan dan konseling berkontribusi terhadap keluasan wawasan pembimbing atau konselor yang bersangkutan. Sarjana BK strata satu (s1) yang belum memiliki pengalaman luas dalam bidang bimbingan , mungkin tidak akan lebih baikdalam menjalankan tugasnya sebagai pembimbing apabila dibandingkan dengan alumni diploma III tetapi telah berpengalaman 10 atau 15 tahun menjadi guru BK.syarat pengalaman bagi calon guru BK setidaknya pernah diperoleh malalui praktik mikro konseling
4.      Kemampuan
Kepemilikan kemampuan atau kompetensi dan ketrampilan oleh guru pembimbing atau konselor merupakan suatu keniscayaan. Tanpa kepemilikan kemampuan (kompetensi) dan ketrampilan, tidak mungkin guru pembimbing atau konselor dapat melaksanakan tugas secara baik. M.D.Dahlan (1987) menyatakan bahwa konselor dituntut untuk memiliki berbagai ketrampilan melaksanakan konseling. Guru pembimbing atau konselor harus mampu mengetahui dan memahami secara mendalam sifat-sifat seseorang, daya kekuatan pada diri seseorang merasakan kekuatan jiwa apakah yang mendorong seseorang berbuat dan mendiagnosis berbagai persoalan siswa, selanjutnya mengembangkan potensi individu secara positif[2]
Menurut (justika,1980) ada tiga macam pnadangan mengenai siapa yang dapat membimbing dan kualifikasi pembimbing yaitu pandangan generalis, kurikuler, dan spesialis
a.       Pandangan generalis
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat diberikan oleh seorang pendidik,oleh seorang guru.
b.      Pandangan kurikuler
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa bimbingan dan konseling itu dapat langsung dimasukkan dalam kurikulum pendidikan seperti pengetahuan-pengetahuan lain.
c.       Pandangan spesialis
Pandangan ini mempunyai pendapat bahwa untuk melaksanakan bimbingan dan konseling haruslah dilaksanakanoleh orang yang khusus didik untuk itu.[3]

Teori Carl Rogers
Rogers adalah seorang psikoterapist yang melibatkan peneliti kedalam sesi terapi (memakai tape recorder) yang pada tahun 1940an membuka sesi klien yang masih tabu dicermati oleh orang lain. Dengan cara itu orang mulai belajar tentang hakekat psikoterapi dan proses beroperasinya. Model terapi yang dikembangkan oleh Rogers lebih dikenal dengan sebutan client centered.
Dibandingkan teknik terapi yang ada masa itu, teknik ini adalah pembaharuan karena mengasumsikan posisi yang sejajar antara terapis dan pasien (dalam konteks ini pasien disebut klien). Hubungan terapis-klien diwarnai kehangatan, saling percaya, dan klien diberikan diperlakukan sebagai orang dewasa yang dapat mengambil keputusan sendiri dan bertanggungjawab atas keputusannya. Tugas terapis adalah membantu klien mengenali masalahnya, dirisnya sendiri sehingga akhrinya dapat menemukan solusi bagi dirinya sendiri.
Menurut rogers seorang terapis harus genuine dan tidak bersembunyi dibalik perilaku defensif. Mereka harus membiarkan klien memahami perasaannya sendiri. Terapis juga harus berusaha memahami dunia klien. Terapis juga harus bisa membuat klien merasa nyaman dalam proses terapi. Rogers memandang proses terapeutik sebagai model dari hubungan interpersonal, hal inilah yang mendasari ia memformulasikan teori tentang hubungan interpersonal yang diringkas sebagai berikut:
a.Minimal ada orang yang bersedia terjadinya kontak
b. Masing-masing mampu dan bersedia untuk menerima komunikasi dari yang lainnya.
c. Berhubungan terus menerus dalam beberapa jangka waktu.
Menurut Rogers, klien datang kepada konselor dalam keadaan tidak selaras, yakni terdapat ketidakcocokan antara persepsi diri dan pengalaman dalam kenyataan. Pada mulanya, klien boleh jadi mengharapkan terapis akan menyediakan jawaban-jawaban dan pengarahan atau memandang terapis sebagai seorang ahli yang bisa menyediakan pemecahan-pemecahan ajaib. Hal-hal yang mendorong klien untuk menjalani terapi mungkin adalah perasaan tidak berdaya, tidak kuasa dan tidak berkemampuan untuk membuat keputusan-keputusan untuk mengarahkan hidupnya sendiri secara efektif. Klien mungkin berharap menemukan jalan melalui pengajaran dari terapis . bagaimanapun, dalam kerangka client centered klien dengan segera belajar bahwa ia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan bahwa dia bisa belajar lebih bebas untuk memperoleh pemahaman diri yang lebih besar melalui hubungan dengan terapis
DINAMIKA KEPRIBADIAN
Sebagaimana ahli humanistik umumnya, Rogers mendasarkan teori dinamika kepribadian pada konsep aktualisasi diri. Aktualisasi diri adalah daya yang mendorong pengembangan diri dan potensi individu, sifatnya bawaan dan sudah menjadi ciri seluruh manusia. Aktualisasi diri yang mendorong manusia sampai kepada pengembangan yang optimal dan menghasilkan ciri unik manusia seperti kreativitas, inovasi, dan lain-lain.
1. Penerimaan Positif (Positive Regard). Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard positif kepada orang lain.                                              
2. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence). Organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegan = keadaan tanpa konflik ) dari persepsi diri, dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
3. Aktualisasi Diri (Self Actualization). Freud memandang organisme sebagai sistem energi, dan mengembangkan teori bagaimana energi psikik ditimbulkan, ditransfer dan disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).
PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN
Rogers tidak membahas teori pertumbuhan dan perkembangan dan tidak melakukan riset jangka panjang yang mempelajari hubungan anak dengan orangtuanya. Namun ia yakin adanya kekuatan tumbuh pada semua orang yang secara alami mendorong proses organism menjadi semakin kompleks, ekspansi, otonom, sosial dan secara keseluruhan semakin aktualisasi diri. Struktur self menjadi bagian terpisah dari medan fenomena dan semakin kompleks. Self berkembang secara utuh keseluruhan, menyentuh semua bagian-bagiannya. Berkembangnya self diikuti oleh kebutuhan penerimaan positif dan penyaringan tingkah laku yang disadari agar tetap konruen dengan struktur self. Contoh sederhana dapat dilihat sebagai berikut: seorang gadis kecil yang memiliki konsep diri bahwa ia seorang gadis yang baik, sangat dicintai oleh orangtuanya, dan yang terpesona dengan kereta api kemudian menungkapkan pada orang tuanya bahwa ia ingin menjadi insinyur mesin dan akhirnya menjadi kepala stasiun kereta api. Orang tua gadis tersebut sangat tradisional, bahkan tidak mengijikan ia untuk memilih pekerjaan yang diperutukan laki-laki. Hasilnya gadis kecil itu mengubah konsep dirinya. Dia memutuskan bahwa dia adalah gadis yang “tidak baik” karena tidak mau menuruti keinginan orang tuanya. Dia berfikir bahwa orang tuanya tidak menyukainya atau mungkin dia memutuskan bahwa dia tidak tertarik pada pekerjaan itu selamanya. Beberapa pilihan sebelumnya akan mengubah realitas seorang anak karena ia tidak buruk dan orangtuanya sangat menyukai dia dan dia ingin menjadi insinyur. Self image dia akan keluar dari tahapan pengalaman aktualnya. Rogers berkata jika gadis tersebut menyangkal nilai-nilai kebenarannya dengan membuat pilihan yang ketiga – menyerah dari ketertarikannya – dan jika ia meneruskan sesuatu sebagai niali yang di tolak oleh orang lain, dirinya akan berakhir dengan melawan dirinya sendiri. Dia akan merasa seolah-olah dirinya tidak mengetahui dengan jelas siapa dirinya sendiri dan apa yang dia inginkan, maka ia akan berkepribadian keras, tidak nyaman, Jika penolakan menjadi style, dan orang tidak menyadari ketidaksesuaian dalam dirinya maka kecemasan dan ancaman muncul akibat dari orang yang sangat sadar dengan ketidaksesuaian itu. Sedikit saja seseorang menyadari bahwa perbedaan antara pengalaman organismik dengan konsep diri yang tidak muncul ke kesadaran telah membuatnya merasakan kecemasan. Rogers mendefinisikan kecemasan sebagai keadaan ketidaknyamanan atau ketegangan yang sebabnya tidak diketahui. Ketika orang semakin menyadari ketidaksesuaian antara pengalaman dengan persepsi dirinya, kecemasan berubah menjadi ancaman terhadap konsep diri yang sesuai. Kecemasan dan ancaman yang menjadi indikasi adanya ketidaksesuaian diri dengan pengalaman membuat orang berada dalam perasaan tegang yang tidak menyenangkan namun pada tingkat tertentu kecemasan dan ancaman itu dibutuhkan untuk mengembangkan diri memperoleh jiwa yang sehat. adalah:
a. Terbentuk melalui medan fenomena dan melalui introjeksi nilai-nilai orang tertentu.
b. Bersifat integral dan konsisten.
c. Menganggap pengalaman yang tak sesuai dengan struktur self sebagai ancaman.
d. Dapat berubah karena kematangan dan belajar.
Kelemahan atau kekurangan pandangan Rogers terletak pada perhatiannya yang semata – mata melihat kehidupan diri sendiri dan bukan pada bantuan untuk pertumbuhan serta perkembangan orang lain. Rogers berpandangan bahwa orang yang berfungsi sepenuhnya tampaknya merupakan pusat dari dunia, bukan seorang partisipan yang berinteraksi dan bertanggung jawab di dalamnya. Selain itu gagasan bahwa seseorang harus dapat memberikan respon secara realistis terhadap dunia sekitarnya masih sangat sulit diterima. Semua orang tidak bisa melepaskan subjektivitas dalam memandang dunia karena kita sendiri tidak tahu dunia itu secara objektif.[4]

2.2  Ciri-ciri kpribadian konselor
   Menurut jones, ada tujuh sifat yang harus dimiliki oleh soerang konselor. Berikut penjelasannya:
Ø  Tingkah laku yang etis. Karena konselor harus membantu manusia sebagai pribadi dan memberikan informasi pribadi yang bersifat rahasia. Konselor harus dapat merahasiakan kehidupan pribadi konseli dan memiliki tanggung jawab moral untuk membantu memecahkan kesukaran konseli.
Ø  Kemampuan intelektual. Konselor yang baik harus memiliki kemampuan intelektual untuk memahami seluruh tingkah laku manusia dan masalah-masalahnya, serta dapat memadukan kejadian-kejadian sekarang dengan pengalaman-pengalamannya dan latihan-latihannya sebagai konselor pada masa lampau.
Ø  Keluwesan (flexibility). Hubungan dalam konseling yang bersifat pribadi mempunyai ciri yang supel dan terbuka. Konselor yang baik dapat dengan mudah menyesuaikan diri terhadap perubahan situasi konseling dan perubahan tingkah laku konseli. Konselor pada saat-saat tertentu dapat berubah menjadi teman, dan pada saat lain dapat berubah menjadi pemimpin.
Ø  Sikap penerimaan (acceptance). Konseli datang pada konselor untuk meminta pertolongan dan minta agar masalah serta kesukaran pribadinya dimengerti. Konselor harus dapat menerima dan melihat kepribadian konseli secara keseluruhan dan dapat menerimanya menurut apa adanya.
Ø  Pemahaman (understanding). Pemahaman adalah menangkap dengan jelas dan lengakap maksud yang sebenarnya, yang dinyatakan oleh konseli. Konselor harus dapat menyatukan dirinya dengan dunia konseli dan dapat menyatukan kembali dengan cara yang wajar dan dengan penuh perasaan agar konseli mudah menangkap dan mengertinya. Akhirnya, konseli dapat melihat alternatif-alternatif yang realistis dengan diri sendiri dan berani merumuskan suatu keputusan yang bijaksana.
Ø  Peka terhadap rahasia pribadi. Dalam segala hal, konselor harus dapat menunjukkan sikap jujur dan wajar, sehingga ia dapat dipercaya oleh seorang konseli dan konseli berani membuka diri terhadap konselor. Konseli sangat peka terhadap kejujuran konselor. Sebab, konseli telah berani mengambil resiko dengan membuka diri dan khususnya rahasia hidup pribadinya.
Ø  Komunikasi. Komunikasi merupakan kecakapan dasar yang harus dimiliki oleh setiap konselor. Dalam komunikasi, konselor dapat mengekpresikan kembali pernyataan-pernyataan konseli secara tepat, menjawab atau memantulkan kembali pernyataan konseli dalam bentuk perasaan dan kata-kata serta tingkah laku konselor.[5]

Ada beberapa latihan khusus untuk membentuk kepribadian konselor. Yaitu melatihkan sifat-sifat konselor yang dibutuhkan klien agar dalam hubungan konseling konselor menjadi efektif untuk mencapai tujuan konseling antara lain:
1)      Latihan Empati
Didalam empati, seorang konselor harus dapat merasakan apa yang dirasakan oleh klien. Untuk itu seorang konselor haruslah berusaha:
ü  Melihat kerangka rujukan dunia dalam klien
ü  Menempatkan diri kedalam kerangka persepsi internal klien
ü  Berpikir bersama klien, bukan berpikir tentang atau untuk klien
2)      Kehangatan
Kehangatan adalah suetu kedekatan psikologis antar pribadi yang yang ditandai oleh perilaku:
ü  Perasaan bersahabat penuh perhatian
ü  Baik budi, ramah, mudah senyum
ü  Menerima tanpa syarat
3)      Penghargaan Positif dan Respek (menghormati)
Adalah bahwa konselor menghargai apa saja yang bernilai pada diri klien. Konselor menghargai kebebasan klien untuk menjadi dirinya sendiri. Contoh penghargaan positif “Hebat, saya salut dengan keputusan yang anda ambil dengan cara yang bijaksana.”
4)      Keterbukaan Diri
Pada awal konseling tujuan utama konselor adalah agar klien terbuka dalam arti perasaan dan pikiran-pikirannya. Untuk mencapai hal ini ditentukan oleh keterbukaan konselor. Konselor yang efektif adalah yang terbuka, jujur dan otentik.[6]
5)      Pengetahuan Mengenai Psikologi Perkembangan Manusia
Konselor perlu mengetahui perkembangan manusia, khususnya perkembangan siswa SMP yang berusia 11-15 tahun. Pada masa tersebut siswa beranjak dari masa anak ke masa remaja, terjadi perubahan fisik, baik pada siwa laki-laki maupun perempuan, akibatnya terjadi pula perubahan perilaku mereka pada masa ini dan perilaku masa sebelumnya. Untuk itu, konselor harus faham betul fenomena yang terjadi pada siswa yang sedang puber dan kaitannya dengan konsep kepemimpinan.
6)      Pengetahuan dan keterampilan Konseling
Konselor perlu memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam proses pemberian bantuan kepada siswa. Untuk itu, ia harus faham mengenai fungsi, prinsip, asas, pendekatan bimbingan dan konseling, dan terampil dalam melaksanakan berbagai jenis layanan bimbingan dan konseling serta dapat melihat celah-celah berbagai kegiatan yang perlu dilakukan dalam kaitannya dengan konsep kepemimpinan.[7]
7)      Punya Rasa Keingin Tahuan dan Kepedulian
8)      Kemampuan Mendengarkan
9)      Suka Berbincang
10)  Empati dan Pengertian, empati ada dua bentuk yakni verbal yang berupa kata-kata dan non verbal yang berupa langsung dengan sikap dan tindakan.
11)  Menahan Emosi
12)  Introspeksi diri
13)  Kapasitas Menyangkal Diri yakni melebihkan atau mendahulukan kepentingan orang lain.
14)  Korelasi Keakraban yaitu memiliki emosional keakraban.
15)  Mampu Berkuasa yakni mampu mengendalikan suasana.

2.3  Respon  Konselor  Berdasarkan Temperamen (sifat seseorang)
Untuk lebih memahami kekhasan dari masing-masing temperamen, berikut ini disampaikan sebuah contoh bagaimana seorang konselor dengan temperamennya masing-masing memberikan respon atas persoalan siswa/konseli yang tengah dihadapinya.
Persoalan Konseli: “Ketika sedang istirahat, nampak seorang siswa duduk menyendiri di sudut serambi kelas. Wajahnya menunjukkan seolah sedang menghadapi suatu pesoalan. Tak seorang teman pun mendekat dan menyapanya. Dalam waktu yang bersamaan seorang Konselor berjalan dan persis melintas didepannya”.
Respon konselor: a). Tipe Sanguin: (secara naluri atau refleks) “Eh, kamu istirahat  kok malah menyendiri.!”, b) Tipe Kolerik: (secara jiwa pemimpin) “Kamu itu bagaimana sih, ini kan jam istirahat  ngapain mesti sendirian begitu!”, c) Tipe Melankoli: (secara perfeksionis)Kamu kok menyendiri, ada apa sih?”, dan d) Tipe Flegmatik: (secara penurut,pencair suasana).
Dari contoh  persoalan diatas,  memperlihatkan dengan jelas bagaimana seseorang /pribadi dengan temperamen tertentu memberikan respon atas persoalan yang tengah dihadapi. Ada perbedaan tanggapan, dan ini jelas dipengaruhi oleh tempermen dari masing-masing pribadi. Tanggapan yang berbeda tentu akan berdampak pada terbentuknya sebuah perilaku baru yang berbeda-beda pula. Demikian dalam proses konseling, respon konselor terhadap konseli sangat memberikan andil bagi keberhasilan dari proses itu sendiri, yaitu terbentuknya kepribadian yang menyatu (terintegritas). Untuk ini pemahaman terhadap temperamen diri adalah sebuah pra kondisi dari seorang konselor guna menunjang  suksesnya sebuah proses konseling.
Adanya kecenderungan-kecenderungan tertentu mengapa seseorang melakukan sesuatu tindakan tidak terlepas dari tipe temperamen dari setiap pribadi/individu. Untuk ini dengan memahami kekhasan dari setiap tipe  temperamen, akan memudahkan seseorang/konselor  mengetahui, “apa yang seharusnya saya lakukan dan apa yang seharusnya saya hindari atau tidak boleh saya lakukan”. Hal ini penting dalam sebuah interaksi konseling. Jangan sampai bahwa proses konseling menjadi gagal hanya karena munculnya sikap dan perilaku seorang konselor yang kurang pas, bahkan membuat konseli menjadi tidak nyaman..
Dengan kata lain bahwa temperamen sangat memberikan warna yang berbeda ketika interaksi dalam proses konseling terjadi. Kita dapat melihat contoh diatas, bagaimana respon konselor ketika dihadapkan sebuah masalah yang satu dan sama. Masing-masing  memberikan respon yang berbeda sesuai dengan tipe temperamennya.
Konseling yang didalamnya ada proses komunikasi atau proses interaksi antara seorang konselor dengan seorang konselee, membutuhkan  corak interaksi yang bersifat terapitis, yaitu interaksi yang mampu membangun keterbukaan pada diri konseli, sebab melalui dan didalam interaksi inilah proses konseling akan sampai pada tujuan yang diharapkan. Dalam hal ini, temperamen memberikan warna dari setiap proses interaksi konseling yang berdaya dan berhasil guna.
Dari penjelasan yang ada diatas tadi bisa dikaitkan dengan salah satu teori Carl R.Rogert yang mengembangkan terapi client-centeret (salah satu cabang khusus dari terapi humanistik)/ (konseling berpusat pada klien).terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-ketrbatasan, berfungsi  mendasar dari psokonalisis terapis terutama sebagai penunjang pertambahan pribadi  seseorang dengan jalan membantunya dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan  untuk memecahkan masalah, pendekatan ini menaruh keperycayaan yang besar pada kesanggupan seseorang untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri.[8]

















BAB III
 PENUTUP
Syarat-syarat bagi pembimbing 
1.      Seorang pembimbing harus mempunyai pengetahuan yang cukup luas, baik segi teori maupun segi praktek.
2.      Di dalam segi psikologi, seorang pembimbing akan dapat mengambil tindakan yang bijaksana,
3.      Seorang pembimbing harus sehat jasmani maupun psikisnya
4.      Seorang pembimbing harus mempunyai sifat kecintaaan terhadap pekerjaaanya dan juga terhadap anak atau individu yang dihadapinya,.
5.      Seorang pembimbing harus mempunyai inisiatif yang cukup baik,
6.      Karena pembimbing tidak hanya terbatas pada sekolah saja, maka seorang pembimbing harus bersifat supel, ramah tamah, sopan santun
7.      Seorang pembimbing diharapkan mempunyai sifat-sifat yang dapat menjalankan prinsip-prinsip serta kode-kode etik dalam bimbingan dan penyuluhan dengan sebaik-baiknya.
Ciri-ciri kpribadian konselor
1.      Tingkah laku yang etis.
2.      Kemampuan intelektual.
3.      Keluwesan (flexibility).
4.      Sikap penerimaan (acceptance).
5.      Pemahaman (understanding).
6.      Peka terhadap rahasia pribadi.
7.      Komunikasi.
ü  Rogers adalah seorang psikoterapist yang melibatkan peneliti kedalam sesi terapi (memakai tape recorder) yang pada tahun 1940an membuka sesi klien yang masih tabu dicermati oleh orang lain. Dengan cara itu orang mulai belajar tentang hakekat psikoterapi dan proses beroperasinya. Model terapi yang dikembangkan oleh Rogers lebih dikenal dengan sebutan client centered.
Adanya kecenderungan-kecenderungan tertentu mengapa seseorang melakukan sesuatu tindakan tidak terlepas dari tipe temperamen dari setiap pribadi/individu. Untuk ini dengan memahami kekhasan dari setiap tipe  temperamen, akan memudahkan seseorang/konselor  mengetahui, “apa yang seharusnya saya lakukan dan apa yang seharusnya saya hindari atau tidak boleh saya lakukan”. Hal ini penting dalam sebuah interaksi konseling. Jangan sampai bahwa proses konseling menjadi gagal hanya karena munculnya sikap dan perilaku seorang konselor yang kurang pas, bahkan membuat konseli menjadi tidak nyaman























DAFTAR RUJUKAN

·         Walgito bimo,1993,bimbingan dan penyuluhan di sekolah, yogyakarta.ANDI OFFSET
·         Tohiri,2007, bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah(berbasis integrasi),Jakarta, RAJAWALI PRES
·         http/ /liberti – aries. Blog spot.com/2012/02/teori/carl/roger-tokoh-psikolog.html
·         Ma’mur Jamal Asmani. Panduan Efektif Bimbingan Dan Konseling zdi Sekolah. Jogjakarta. Diva pres. 2010. Hal: 191-196
·         S.Wilis Sofyan. Konseling Individual Teori dan Praktek. Alfabeta. 2007. Hal:87-94
·         Neviyarni. Pelayanan bimbingan dan Konselingberorientasi Khalifah Fil ardh. Bandung. Alfabeta. 2009. Hal:171-172
·         http: //fkip. Widya mandala.ac.id/ artikel tipe temperaman
·         Walgito bimo,1982,bimbingan dan konseling di perguruan tinggi ,Yogyakarta,yayasan penerbitan fakultas psikologi UGM.






                                                                                                    


[1] Walgito bimo,1993,bimbingan dan penyuluhan di sekolah, yogyakarta.ANDI OFFSET
[2] Tohiri,2007, bimbingan dan konseling di sekolah dan madrasah(berbasis integrasi),Jakarta, RAJAWALI PRES
[3] Walgito bimo,1982,bimbingan dan konseling di perguruan tinggi ,Yogyakarta,yayasan penerbitan fakultas psikologi UGM.
[4] http//liberti – aries. Blog spot.com/2012/02/teori/carl/roger-tokoh-psikolog.html
[5][5] Ma’mur Jamal Asmani. Panduan Efektif Bimbingan Dan Konseling zdi Sekolah. Jogjakarta. Diva pres. 2010. Hal: 191-196
[6] S.Wilis Sofyan. Konseling Individual Teori dan Praktek. Alfabeta. 2007. Hal:87-94
[7] Neviyarni. Pelayanan bimbingan dan Konselingberorientasi Khalifah Fil ardh. Bandung. Alfabeta. 2009. Hal:171-172
[8] http: //fkip. Widya mandala.ac.id/ artikel tipe temperaman

renezhwa

renezhwa
07