Pengikut

analisis kontrastif sintaksis

0 komentar

ANALISIS KONTRASTIF SINTAKSIS
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Anakon dan Anakes
Dosen Pengampu:
Mamlu’atul Hasanah, M.Pd

Oleh:
Siti Aisyah Wulan Dari            (09330095)
Genduk Nawang Wulan                             (09330098)
Siti Romadhona                                       (09330103)

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2012


1.    Pengertian sintaksis
Istilah sintaksis berasal dari bahasa Yunani, yaitu sun yang berarti ‘dengan’ dan tattein yang berarti ‘menempatkan’. Secara etimologis, sintaksis berarti menempatkan bersama-sama kata-kata atau kelompok kata menjadi kalimat (Achmad, 1996/1997). Di samping uraian tersebut, banyak pakar memberikan definisi mengenai sintaksis ini. Ramlan (1996:21) mengatakan bahwa sintaksis adalah cabang ilmu bahasa yang membicarakan seluk beluk wacana, kalimat, klausa dan frase. Verhaar (1996:161) dan Suparman (1985:1) mendefinisikan sintaksis sebagai cabang tata bahasa yang membahas hubungan antar kata dalam tuturan. Ada juga yang berpendapat bahwa sintaksis adalah telaah mengenai pola-pola yang dipergunakan sebagai sarana untuk menggabung-gabungkan kata menjadi kalimat (Stryker, 1969). Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa sintaksis adalah studi tentang hubungan antara kata yang satu dengan kata yang lain. Hubungan antara kata yang satu dan kata yang lain akan membentuk frase, klausa, dan kalimat.
Pada bab terdahulu sudah disebutkan bahwa morfologi dan sintaksis adalah bidang tataran linguistik yang secara tradisional disebut tata bahasa atau gramatika. Kedua bidang tataran itu memang berbeda, namun, seringkali batas antara keduanya menjadi kabur karena pembicaraan bidang yang satu tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Oleh karena itulah muncul istilah morfosintaksis, yang merupakan gabungan dari morfologi dan sintaksis, untuk menyebutkan kedua bidang itu sebagai satu bidang pembahasan, meskipun demikian, orang bisa membedakan kedua tataran itu dengan pengertian: morfologi membicarakan struktur internal kata, sedangkan sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata lain atau unsur-unsur lain sebagai suatu satuan ujaran atau berbicara tentang hubungan diantara kata-kata dalam kalimat, satuan terkecilnya adalah frase. Selain frase, sintaksis berbicara tentang klausa dan kalimat.
Dalam pembahasan sintaksis yang biasa dibicarakan adalah: 1) struktur sintaksis, mencangkup masalah fungsi, kategori dan peran sintaksis; serta alat yang digunakan dalam membangun struktur itu. 2) satuan-satuan sintaksis yang berupa kata, frase, klausa, kalimat dan wacana. 3) hal-hal lain yang berkenaan dengan sintaksis seperti masalah modus, aspek dan sebagainya.
2.    Struktur Sintaksis
Masalah yang dibicarakan dalam struktur sintaksis pertama-pertama tentang fungsi sintaksis, kategori sintaksis dan peran sintaksis, ketiganya tidak dapat dipisahkan dan akan dibicarakan secara bersamaan.
Kita sering mendengar istilah subjek, predikat, objek dan keterangan, juga istilah nomina, verba, ajektifa dan  numeralia, begitu juga istilah pelaku, penderita, dan penerima. Kelompok istilah pertama yaitu subjek, predikat, objek dan keterangan adalah peristilahan yang berkenaan dengan fungsi statistik. Kelompok kedua yaitu istilah nomina, verba, ajektifa dan numeralia adalah peristilahan yang berkenaan dengan kategori sintaksis. Sedangkan kelompok ketiga yaitu istilah pelaku, penderita dan penerima adalah peristilahan yang berkenaan dengan peran sintaksis.


a.    Frase
Frase lazim didefinisikan sebagai satuan gramatikal yang berupa gabungan kata yang bersifat nonpredikatif atau lazim juga disebut gabungan kata yang mengisi salah satu fungsi sintaksis di dalam kalimat. Baik dari definisi pertama maupun yang kedua kita lihat bahwa yang namanya frase itu pasti terdiri lebih dari sebuah kata. Lalu, kalau yang dimaksud dengan kata seperti yang dibicarakan di atas adalah satuan gramatikal bebas terkecil, maka pembentuk frase itu harus berupa mlorfem bebas bukan berupa morfem terikat. Jadi, konstruksi belum makan dan tanah tinggi adalah frase, sedangkan konstruksi tata boga dan interlokal bukan frase, karena boga dan inter adalah morfem terikat. Dari definisi itu juga terlihat bahwa frase adalah konstruksi adalah frase nonpredikatif. Ini berarti, hubungan antara kedua unsur yang membentuk frase itu tidak berstruktur sebjek-predikat atau berstruktur predikat-objek. Oleh karena itu, konstruksi seperti adik mandi dan menjual sepeda bukan frase, tetapi konstruksi kamar mandi dan bukan sepeda adalah frase. Dari definisi itu terlihat pula bahwa frase adalah konstituen pengisi fungsi-fungsi sintaksis.
Sama halnya dengan kata sebagai pengisi fungsi sintaksis, frase juga berpotensi untuk menjadi kalimat minor, misalnya sebagai kalimat jawaban, pada contoh berikut: nenek saya (sebagai jawaban terhadap pertanyaan: siapa yang duduk disana itu?), dan di kamar mandi (sebagai kalimat jawaban atas pertanyaan: nenekmu ada dimana?).

b.    Klausa
Klausa adalah satuan sintaksis berupa runtunan kata-kata berkonstruksi predikatif, artinya didalam konstruksi itu ada komponen berupa kata atau fraseyang berfungsi sebagai predikatdan yang lain berfungsi sebagai subjek, sebagai objek dan sebagai keterangan. Selain fungsi predikat yang harus ada dalam konstruksi klausa ini, fungsi subjek boleh dikatakan bersifat wajib, sedangkan yang lainnya bersifat tidak wajib. Kalau kita bandingkan konstruksi kamar mandi dan anak mandi, maka dapat dikatakan konstruksi kamar mandi bukanlah sebuah klausa karena hubungan komponen kamar mandi dan komponen mandi tidaklah bersifat predikat. Sebaliknya, konstruksi nenek mandi adalah sebuah klausa karena hubungan komponen nenek dankomponen mandi bersifat predikat , nenek adalah pengisi fungsi subjek dan mandi pengisi fungsi predikat.
Dari uraian di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa klausa memang berpotensi untuk menjadi kalimat tunggal karena di dalamnya sydah ada fungsi sintaksis wajib, yaitu subjek dan predikat.
c.    kalimat
Kalimat itu merupakan satuan yang langsung digunakan dalam berbahasa, maka para tata bahasawan tradisional biasanya membuat definisi kalimat dengan mengaitkan peranan kalimat itu sebagai alat interaksi dan kelengkapan pesan atau isi yang akan disampaikan. Oleh karena itu, definisi seperti “Kalimat adalah susunan kata-kata yang teratur yang berisi fikiran yang lengkap” merupakan definisi umum yang biasa kita jumpai. Malah dalam pelajaran bahasa Arab di madrasah atau pesantren definisi kalimat yang berbunyi “Kalimat adalah lafal yang tersusun dari buah kata atau lebih yang mengandung arti, dan disengaja serta berbahasa Arab” dianggap sebagai definisi yang sudah baku (djuha 1989).
Berbagai definisi mengenai kalimat memang telah banyak dibuat orang. Disini dalam kaitannya dengan satuan-satuan sintaksis yang lebih kecil (kata, frase dan klausa) kita akan mengikuti konsep, bahwa kalimat adalah satuan sintaksis yang disusun dari konstituen dasar, yang biasanya berupa klausa, dilengkapi dengan konjungsi bila diperlukan, serta disertai dengan intonasi final (djoko kentjono).
Dari rumusan itu bisa disimpulkan, bahwa yang penting atau yang menjadi dasar kalimat adalah konstituen dasar dan intonasi final, sebab konjungsi hanya ada kalau diperlukan. Konstituen dasar itu biasanya berupa klausa. Jadi, kalau pada sebuah klausa diberi intonasi final, maka akan terbentuklah kalimat itu.
Jenis kalimat
Kalimat imperatif adalah kalimat yang meminta pendengar atau pembaca melakukan suatu tindakan. Kalimat imperatif dapat berupa kalimat perintah, kalimat himabauan, dan kalimat larangan.
Kalimat perintah
Kalimat perintah mengharapkan adanya reaksi berupa tindakan khusus fisik. Menurut sifatnya dapat di bedakan adanya kalimat perintah yang tegas, yang biasa, dan yang halus.
a.    Kalimat perintah yang tegas di bentuk dari sebuah klausa tidak lengkap,biasanya hanya berupa verba dasar, disertai dengan intonasi kalimat perintah. Dalam bahasa tulis intonasi ini di ganti dengan (tanda seru).
Contoh: bersihkan!
              Tembak!
              Tulis!
Disini verba itu dapat pula di lengkapi dengan objek atau keterangan agar tidak menimbulkan salah paham.misalnya kalimat imperatif diatas
menjadi: bersihkan ruangan ini!
               Tembak kakinya!
               Tulis namamu disini!
    Dalam situasi yang sudah diketahui akan apa yang harus dilakukan oleh pendengar maka kalimat imperatif itu dapat berupa hanya menyebut nama orang yang di perintah umpanya, situasi ketika berlangsung pelajaran membaca pelajaran di kelas, beberapa murid telah mnedapat giliran membaca, maka kalau guru mau menyuruh murid yang bernama sudin untuk membaca, maka kalimat perintah dapat hanya berupa:
•    Sudin!
b.    Kalimat imperatif yang biasa di bentuk dari sebuah klausa berpredikat verba yang di beri partikel lah, serta dengan menanggalkan subjeknya. Contoh:
•    Jagalah kebersihan!
•    Bayarlah dengan uang pas!
•    Datanglah pada waktunya!
Kalau orang yang di perintah itu tertentu, maka subjek pada kalimat tersebut haris di tampilkan. Misalnya:
•    Ali,  jagalah kebersihan!
•    Ahamd, datanglah tepat waktu!
•    Fatimah, rapikan dulu meja tulis itu!
c.    Kalimat imperatif, halus, sopan, di bentuk dengan menggunakan kata-kata tertentu yang menunjukkan tingkat kesopanannya. Kata-kata tersebut adalah mohon, harap, tolong, minta, silahkan, sebaiknya, dan hendaknya. Contoh:
•    Mohon agar surat-surat itu bapak tanda tangani dulu
•    Kami harap anda bisa memberi bantuan sekedarnya
•    Tolong sampaikan salam ini kepadanya
•    Saya minta agar sodara meninggalkan tempat ini
•    Silahkan mencicipi hidangan yang ala kadarnya ini
•    Sebaiknya anda menunggu sebentar di sini
•    Hendaknya sodara berhati-hati kalau bicara di sini
Cara lain untuk memerintah dengan cara halus adalah dengan menggunakan kalimat imperatif. Contoh:
•    Dapatkah anda menunggu sebentar di sini?
•    Apakah tidak sebaiknya kita berangkat sekarang?
•    Sambil menunggu kedatangan beliau, dapatkah anda membantu saya?

kalimat perintah dalam bahasa arab disebut FI’IL AMAR  (Kata Kerja Perintah(
Fi’il Amar atau Kata Kerja Perintah adalah fi’il yang berisi pekerjaan yang dikehendaki oleh Mutakallim (pembicara) sebagai orang yang memerintah agar dilakukan oleh Mukhathab (lawan bicara) sebagai orang yang diperintah.
Perlu diingat bahwa yang menjadi Fa’il (Pelaku) dari Fi’il Amar (Kata Kerja Perintah) adalah Dhamir Mukhathab (lawan bicara) atau “orang kedua” sebagai orang yang diperintah untuk melakukan pekerjaan tersebut. Dhamir Mukhathab terdiri dari: أَنْتُنَّ – أَنْتُمْ – أَنْتُمَا – أَنْتِ – أَنْتَ
Kalimat perintah dalam bahasa arab tanpa menggunakan lam amri contohnya (اجتهد) tapi bisa menggunakan ya’ muanas mukhotobah (اجتهدي)

Perbedaan kalimat perintah dalam bahasa Indonesia dengan bahasa arab :
    Bahwa di dalam bahasa Indonesia tidak memperhatikan gender sedangkan bahasa Arab sangat di perhatikan.
    Di dalam bahasa Indonesia terdapat kata perintah yang sopan sedangkan bahasa arab tidak mempunyai.
    Di dalam bahasa arab kalimat perintah menggunakan wazen افعل،افعل
    Terkadang kalimat perintah dalam bahasa menggunakan akhiran kan.


Analisis kontrastif sintaksis menurut Clifford Paton
Bahasa Indonesia dengan Bahasa Arab
No        perspektif    Bahasa Indonesia    Bahasa Arab
1    Transfer 0    Terbentuk dari klausa tidak lengkap    Kalimat perintah yang tegas

    إجهد!
افتح!
2    Perpaduan
B1 2 B2 1    Imbuhan kan dan lah    Ambillah!
Ambilkan!    خدْ!            
3    Subdiferensial
(B1 ada B2 tidak ada)    Tambahan kan


Kagum,sopan    Bersihkan!
Tembakkan!
Tuliskan!
Dapatkah anda menunggu disini?
    Tidak ada
4    Reinterpretasi
(B1 dan B2 ada tapi berubah bentuk)        _    _
5    Over diferensiasi
B1 tidak ada B2 ada        Tidak ada    1.    Wasen dalam bahasa arab yang menunjukan perintah
افعلْ، افعِل، اِفعَل،اِفْعِل
2.    kalimat perintah tergantung pada jama,musanna,mufrod
احضرا!
6    Pembelahan
B1 1 B2 banyak        Jangan merusak    لا تفسد!
لا يُفْسِدُ!


renezhwa

renezhwa
07